Tuesday, November 6, 2012

STUDI KASUS DEMOKRASI EKONOMI DI SINGAPURA DAN CHINA


  1. Singapura
Dalam sebuah berita internasional di Agence France-Presse (AFP) pada Februari 2010, dijelaskanan bahwa Politisi Demokrat yang baru menjabat menjadi Duta Besar Amerika Serikat untuk Singapura, David Adel-man, menegaskan dirinya akan mempromosikan demokratisasi dan reformasi di negara pulau itu., Adelman menyebut Singapura sebagai "sebuah kekuatan konstruktif di dunia"

Ditanggapi positif oleh tokoh oposisi Singapura Kenneth Jayaretnam. Ia mendesak politisi AS itu membuktikan kata-katanya dengan mendorong pemberlakuan demokrasi multipartai secara murni di Singapura. Sebagai Ketua Partai Reformasi, Jayaretnam menegaskan dirinya sangat senang dengan niat Adelman. "Partai Reformasi menyambut baik pernyataan calon Duta Besar yang ingin bekerja bagi pemberlakuan sistem multipartai secara murni di Singapura."

Menurut tokoh politik yang kerap kali memerahkan kuping rezim Singapura itu, berdasarkan sejumlah indikator, seperti Indeks Demokrasi Ekonomi serta laporan Freedom House, Singapura sama sekali bukan negara demokrasi sesuai terminologi aslinya.

Sejak berdiri pada 1959, Singapura selalu dalam kangkangan kekuasaan satu partai, yakni Partai Aksi Rakyat (Peoples Action Party/PAP) yang didirikan dan dipimpin oleh Bapak Pendiri Singapura, Lee Kuan Yew. Dengan sistem itu, Lee langgeng di kekuasaannya hingga dekade 1990-an. Ketika tidak lagi menjabat perdana menteri, digantikan Goh Chok Tong, Lee tetap mempertahankan pengaruhnya dengan menduduki jabatan Menteri Senior. Jabatan yang ia genggam hingga kekuasaan kini berada di tangan putranya, Lee Hsien Long.

Dengan prinsip stabilitas dan peraturan serbaketat, Singapura di bahwa sistem politik yang diciptakan Lee, memang berhasil berubah dari kota pelabuhan kecil menjadi negara terkaya di Asia. Namun, harga untuk itu adalah pengekangan terhadap hak-hak sipil dan kebebasan politik. Jeyaretnam merupakan seorang pakar ekonomi yang mengambil alih kepemimpinan Partai Reformasi dari ayahnya, politisi veteran JB Jeyaretnam yang dimusuhi PAP dan beberapa lama mendekam di penjara sebelum meninggal dunia tahun lalu.

2        China
"Bila seorang Jenderal memperlakukan pasukannya seperti anak kesayangannya, mereka bersedia mendukung dan mati bersamanya" (Sun Zi, Jenderal Perang Kuno China)

Meski Cina masih menutup-nutupi peristiwa Tiananmen, tetapi bersamaan dengan peningkatan kemajuan ekonomi yang menjadi ancaman negara-negara industri maju, ada pelajaran penting yang dimainkan China yang tak lepas dari strategi Seni Perang Sun Zi. Sun Zi mengajarkan strategi humanis yang tampak begitu kelihatan tatkala China teguh menempuh jalan politik sendiri yang lebih cocok dengan kebutuhan domestik.

Para penguasa China paham betul hukum ekonomi kapitalisme pasar, yakni bagaimana mengakumulasi kapital dan mengeruk keuntungan bahkan untuk satu dollar investasi sekalipun. Karena itu, mereka lebih mengutamakan reformasi kelembagaan pemerintahan-efisiensi birokrasi, peningkatan mutu pelayanan publik, efektivitas regulasi, akuntabilitas dan transparansi, penegakan hukum dan perkuatan peradilan, yang lebih dibutuhkan guna memfasilitasi investasi asing ketimbang demokratisasi. Pemerintah China yakin, para investor asing lebih memilih jaminan stabilitas politik dan keamanan serta kepastian hukum dalam berinvestasi ketimbang memilih tipe pemerintahan: otoriter atau demokrasi.

China menempuh jalan pragmatis dengan menyerap unsur-unsur pokok kapitalisme pasar,tetapi tetap memelihara nilai-nilai ideologi sosialisme yang berakar kuat dalam tradisi politik mereka. China mengabaikan pertentangan ideologis dan menjalankan modernisasi dengan memeluk kapitalisme meski tetap setia pada sosialisme, langkah ganjil dan penuh paradoks.

Saksikan, negara-negara berideologi serupa, seperti Vietnam dan Laos, mengadopsi strategi pembangunan ekonomi China dan menjadikannya model. Jalan pragmatisme China memberi inspirasi negara-negara serumpun di Asia Timur dalam membangun ekonomi. Bahkan, Iran, Afrika, dan Amerika Latin juga tertarik pendekatan dan strategi China. Mereka mengundang ahli hukum, ekonomi, dan politik China untuk menyampaikan public lecture bagi pejabat pemerintahan, akademisi, dan pengamat bagaimana menjalankan state-led economic development with limited political reforms itu.

Dengan mempelajari Gerak Ekonomi-China ini tentunya dapat dijadikan model, karena jalan pragmatisme China ini sangat menginspirasi pembangunan perekonomian. Apalagi, bagi negara yang menganut sistem demokrasi liberal, tetapi berpendapatan per kapita rendah seperti Indonesia, Filipina, dan Banglades. Karena apa yang diajarkan China tetap menyerap unsur-unsur pokok kapatalisme pasar dengan tetap memelihara nilai-nilai ideologi sosialisme yang berakar urat dalam tradisi politik. Hal ini selaras dengan apa yang diajarkan Sun Zi, "Kemampuan untuk mencegah kekalahan bergantung pada diri sendiri, sementara peluang untuk menang bergantung pada musuh."

No comments:

Post a Comment